29 C
Sidoarjo
BerandaJatimPolusi Pembunuh Paling Banyak, Dokter Sarankan Tetap Pakai Masker

Polusi Pembunuh Paling Banyak, Dokter Sarankan Tetap Pakai Masker

Ari Baskoro, dokter spesialis penyakit dalam serta konsultan imunologi menganjurkan masyarakat Kota Surabaya tetap menggunakan masker saat berada di luar ruangan, terutama di jalan raya yang padat kendaraan bermotor.

“Tanpa kita sadari, polusi ialah pembunuh paling banyak. Kematian akibat perang, terorisme, malaria, TBC, serta narkoba, jika digabung belum mengalahkan dampak kematian akibat polusi,” katanya dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Selasa (14/6/2022).

Majalah medis The Lancet edisi Mei 2022, mempublikasikan bahwa polusi menyebabkan kematian sembilan juta jiwa secara global pada tahun 2019. Jurnal terkemuka dunia itu menyebutkan negara India menjadi penyumbang angka kematian tertinggi. Sebanyak 1,6 juta penduduknya meninggal disebabkan polusi udara.

Di sisi lain, riset Global Allience On Health And Pollution (GAHP) menyebutkan, dari 232,9 ribu kematian di Indonesia pada tahun 2017, sebanyak 123,7 ribu di antaranya meninggal disebabkan polusi udara. Sebagai perbandingan, jumlah rakyat Indonesia yang meninggal disebabkan pandemi Covid-19 sebanyak 157 ribu jiwa. Menurut riset itu pula, 15 persen dari seluruh kematian global disebabkan polusi udara.

Laporan terbaru Kualitas Udara Dunia IQAir 2021 menyebutkan Indonesia di peringkat ke-17 negara paling berpolusi di dunia. Negara-negara paling berpolusi itu punya konsentrasi PM 2,5 atau polusi partikel halus yang paling berbahaya.

Laporan terbaru yang dirilis WHO pada tahun 2021, konsentrasi PM 2,5 Indonesia berada di angka 34,3 mikrogram per meter kubik. Indeks ini merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara. Kota-kota besar seperti DKI Jakarta serta Surabaya memerlukan perhatian khusus.

Istilah PM, merujuk pada campuran partikel padat serta cair yang didapatkan di udara. Bentuknya seperti debu, jelaga serta asap. Sedangkan, PM 2,5 ialah polutan udara yang berukuran sangat kecil, sekitar 2,5 mikron (mikrometer).

“Polutan semacam ini dapat juga berada di udara dalam rumah. Asalnya dari kegiatan rumah tangga seperti memasak, merokok, atau membakar obat nyamuk,” kata Ari.

Dampak polutan yang sering kali tidak dirasakan secara langsung membuat masyarakat menjadi kurang waspada. Dalam jangka pendek, partikel polusi yang ukurannya 10 mikron dapat menyebabkan serangan asma akut serta penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). PM 2,5 dapat memicu timbulnya penyakit jantung, paru serta saluran nafas atau bronkitis. Paparan dalam jangka panjang, berpotensi menyebabkan kematian prematur, penyakit jantung serta pembuluh darah, stroke serta kanker paru.

“Polusi yang ukuran partikelnya di atas 2,5 micron masih dapat disaring rambut serta lendir di lubang hidung, tapi di bawah 2,5 micron dapat menerobos sampai paru-paru paling dalam,” katanya.

Ari melanjutkan, polusi juga berdampak pada kesehatan bayi, risiko cacat pada janin, serta angka harapan hidup.

“Saat ini angka harapan hidup di Kota Surabaya ialah 73,5 tahun. WHO mewanti-wanti tingginya polusi dapat menurunkan angka harapan hidup masyarakat perkotaan,” kata dia.

disebabkan itu, meski pemerintah sudah melonggarkan aturan memakai masker, dia tetap menganjurkan masyarakat Surabaya menggunakan masker. “Terutama saat berkendara di jalan raya, sesingkat mungkin di belakang bus kota disebabkan gas buang mesin diesel tidak terkendali,” tambahnya.(iss/rst)

Sumber -> Suara Surabaya

Komentar

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Trending

Jangan lewatkan

0
Punya ide, saran atau kritik? Silakan berkomentar.x
()
x