Kalau kita berada di ruang terbuka hijau yang luas tentu akan lebih menyegarkan daripada berada di tengah perempatan yang penuh kemacetan.
Jakarta (PortalSidoarjo.com) –
Direktur Program Pascasarjana Universitas YARSI Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama mengatakan ruang terbuka hijau dapat menjadi pilihan baik lokasi wisata saat ini terutama bagi mereka yang sebelumnya beraktivitas di lingkungan berpolusi udara.
“Kalau kita berada di ruang terbuka hijau yang luas tentu akan lebih menyegarkan daripada berada di tengah perempatan yang penuh kemacetan. Jadi baik saja kalau memang akan ke kebun raya serta lainnya,” kata Tjandra melalui pesan elektronik pada PortalSidoarjo.com, Sabtu.
Tjandra, yang menjabat sebagai Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), mengingatkan orang-orang tetap harus memeriksa kadar polusi di rumah terbuka hijau yang akan dikunjungi. Secara umum, dia menjelaskan,keberadaan ruang terbuka hijau akan dapat menurunkan kadar polusi udara, tetapi, tergantung dari berapa besarnya ruang terbuka serta berapa tinggi polusi yang sudah terjadi.
Tjandra mengingatkan polusi udara terus berkecamuk di Jakarta serta sekitarnya serta sudah muncul dampak pada kesehatan masyarakat. Oleh disebabkan itu, menurut dia, penanganan yang paling tepat yakni mengidentifikasi faktor penyebab serta segera mengatasinya dengan harus tindakan yang berdampak nyata tanpa perlu terlalu mengorbankan masyarakat.
Selain penanganan di hulu yang utama, maka perlu ada pelayanan di hilir tentang kesehatan masyarakat. Tjandra lalu mengusulkan tujuh langkah untuk dapat dilaksanakan di puskesmas terutama di kawasan Jakarta.
Pertama, mengaktifkan perlengkapan untuk sanitasi yang ada di puskesmas untuk menilai kualitas udara setempat.
“Jadi, akan ada data polusi per Kecamatan serta bahkan per kelurahan, walaupun mungkin ada kualitas udaranya tidaklah lengkap sempurna,” tutur Tjandra.
Selanjutnya, mengaktifkan kegiatan practical approach on lung health (PAL) atau pendekatan praktis terkait kesehatan paru yang digagas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) disebabkan akan amat berperan dalam deteksi, evaluasi serta tindakan kesehatan paru di lapangan.
Ketiga, jaga serta menindaklanjuti surveilans keluhan respirasi serta lainnya baik dalam gedung puskesmas, di lapangan wilayah kerjanya, maupun oleh kader kesehatan kalau memang data menunjukkan tren peningkatan.
Keempat, meningkatkan promosi kesehatan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) baik tentang berbagai kemungkinan dampak kesehatan maupun akses informasi polutan setempat. Kelima, untuk Penderita-Penderita penyakit kronik yang biasanya ditangani puskesmas, maka diberi perhatian khusus.
“Kalau mungkin dikontak untuk tanya keadaannya, telemedisin, atau diminta datang ke puskesmas atau dilakukan kunjungan rumah,” Tjandra memberikan saran.
Keenam, apabila ada peningkatan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) serta lainnya maka puskesmas diharapkan memberi pengobatan yang baik. Bila perlu dilakukan rujukan ke Rumah Sakit Umum Daerah atau rumah sakit lainnya.
Sumber : Antaranews.com