ASEAN Youth Organization (AYO), organisasi nirlaba serta non-pemerintah terbesar di kawasan Asia Tenggara, bekerja sama dengan ASEAN Human Development Organisation (AHDO), Jumat (20/5/2022), menyelenggarakan Webinar bertema Keanekaragaman serta Inklusivitas di Tempat Kerja.
Seminar daring itu diikuti ratusan peserta dari berbagai negara kawasan Asia Tenggara.
Basuki Tjahaja Purnama mantan Gubernur DKI Jakarta yang sekarang menjabat Komisaris Utama PT Pertamina (persero), menjadi salah seorang pembicara.
Di acara itu, Ahok berbagi pengalaman terkait isu-isu rasial, serta bagaimana menjadi pemimpin yang baik.
“Saya terinspirasi perkataan Martin Luther King pemimpin pergerakan di Amerika Serikat yang pernah bilang kekuasaan tanpa cinta ialah kasar serta menindas, sementara cinta tanpa kekuatan ialah anemia serta terlalu permisif. Kekuasaan yang terbaik ialah cinta yang menuntut keadilan, serta keadilan yang terbaik ialah kekuasaan mengoreksi segala sesuatu yang bertentangan dengan cinta,” katanya.
Lebih lanjut, BTP menegaskan, pemimpin harus berani memberikan penghargaan serta hukuman, serta siap menerima dibenci orang.
“Tingkatkan kekebalan untuk menghadapi orang yang membenci, serta orang-orang yang ingin menjatuhkan kita,” imbuhnya.
Kemudian, dia juga menekankan pentingnya penegakan hukum serta peraturan yang berlaku.
“Kita perlu bekerja sama untuk memperbaiki keadaan, belajar dari orang-orang yang mengalami diskriminasi,” katanya.
Sementara itu, Senjaya Mulia Pendiri ASEAN Youth Organization berpendapat, keberagaman serta inklusivitas penting untuk jaga kehidupan bermasyarakat tetap damai dalam harmoni.
Lenny Agustine anggota AHDO meyebut, diskriminasi tradisional serta modern, rasisme serta intoleransi yang terjadi, mengancam keseimbangan kehidupan masyarakat.
Maka dari itu, Lenny mendorong setiap orang ambil bagian membangun kesadaran, serta secara aktif terlibat memerangi rasisme, diskriminasi, serta intoleransi.
Kemudian, Nissi Taruli dari FeminisThemis membagikan hasil penelitian Jarum Kayu tentang Inklusi di tempat kerja di Indonesia.
Berdasarkan penelitian terhadap kelompok minoritas, khususnya perempuan serta penyandang disabilitas, diketahui inklusi bukan sekadar menyediakan aksesibilitas.
Semua orang harus belajar beragamnya kebutuhan setiap individu, keragaman identitas, serta keragaman akses.
“Mulailah membuka peluang yang luas serta membuka pintu bagi penyandang disabilitas yang ingin berkembang dalam pekerjaan profesionalnya. Jangan lupa tentang sistem pendukung Sumber Daya Manusia di sekitarnya, terutama bagi Tunarungu, seperti juru bahasa isyarat, juru ketik, serta pencatat. Tempat kerja yang layak serta inklusif ialah untuk memanusiakan kelompok minoritas serta kelompok terpinggirkan,” tandasnya.
Sekadar informasi, kegiatan seminar diadakan supaya anak-anak muda ASEAN membawa perubahan untuk meningkatkan energi positif, pengetahuan serta pengalaman di area keanekaragaman serta inklusi tempat kerja.
Sehingga, anak muda ASEAN dapat menjadi agen perubahan anti-rasisme serta meningkatkan kesadaran mengenai keanekaragaman serta inklusivitas.(rid)