30 C
Sidoarjo
BerandaJatimAktivis serta Tokoh Perempuan Islam Apresiasi Pengesahan UU TPKS

Aktivis serta Tokoh Perempuan Islam Apresiasi Pengesahan UU TPKS

Ai Rahmayanti, tokoh perempuan Islam yang juga Ketua Umum Rumah Perempuan serta Anak (RPA) mengapresiasi DPR RI yang telah mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Ketuk palu pengesahan yang dilakukan Puan Maharani Ketua DPR dalam sidang paripurna, Selasa (12/4,/2022) diharapkan benar-benar menjadi payung hukum bagi perempuan yang selama ini cenderung ditempatkan sebagai objek dalam setiap kali terjadi kekerasan seksual.

“Disahkannya UU itu pertanda baik disebabkan negara memangbwajib hadir menjamin perlindungan perempuan yang selama ini kerap menerima kekerasan seksual,” kata Ai Rahmayanti, Rabu (13/4/2022).

Ia menjelaskan, ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, yang tertera langsung dalam Alquran tidaklah kurang untuk dapat jadi landasan maupun pijakan yang relevan dalam hak asasi perempuan (HAP), yakni untuk mengangkat martabatnya serta menjauhkannya dari praktik perlakuan kekerasan.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S al Nur ayat 33, yang artinya:

“serta orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah jaga kesucian (diri)nya, sampai Allah memberi kemampuan pada mereka dengan karunia-Nya. serta jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian (kebebasan), hendaklah kamu untuk perjanjian pada mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, serta berikanlah pada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. serta janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, disebabkan kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (pada mereka) setelah mereka dipaksa”.

Oleh disebabkan itu, mantan Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) ini menyambut baik disahkannya UU TPKS yang berpihak pada perlindungan perempuan, baik itu dalam konteks perorangan maupun keluarga.

“Kekerasan seksual ialah kemunkaran yang harus dihapuskan serta ditindak,” tegasnya.

Pengesahan UU TPKS dapat menjadi pintu masuk untuk membuktikan bahwa negara hadir untuk melindungi perseorangan serta keluarga yang yang menjadi korban kekerasan seksual.

Ai menjelaskan, korban kekerasan seksual wajib dilindungi serta dipulihkan, demikian pula masyarakat harus dilindungi dari menjadi korban atau pelaku. Perlindungan individu serta masyarakat merupakan target syariat (maqashidus syariah). Perlindungan ini tidak dapat dilakukan hanya oleh orang per-orang. Oleh karenanya negara wajib hadir.

“Negara sebagai ulil amri wajib hadir untuk memberikan perlindungan secara sistemik mulai dari pencegahan, proses hukum yang
menjamin keadilan bagi korban maupun perlaku, hingga pemulihan korban serta rehabilitasi pelaku,” terangnya.

Dalam rangka mewujudkan maqashidus syariah serta kemaslahatan rakyat sebagaimana disebutkan di atas, UU TPKS yang baru saja disahkan dapat menjadi payung hukum yang memadai, disebabkan payung hukum itu ialah sarana mewujudkan target syariah (maqashidus syaiah) serta kemaslahatan.

Setelah pengesahan ini, DPR masih perlu mengawal serta memastikan UU itu dijalankan dengan baik oleh pemerintah serta lembaga yudikatif.

“Sangat diperlukan pengawasan atas pelaksanaan serta kepastian segera diterbitkan aturan turunan sebagai perangkat operasionalnya, supaya UU TPKS benar-benar dapat diterapkan sesuai harapan,” kata dia.

Ai berharap, dengan kondisi saat ini representasi perempuan di DPR cukup besar, mencapai 120 orang atau 20,8 persen. Apalagi, DPR saat ini juga dipimpin oleh sosok perempuan, yakni Puan Maharani. Isu mengenai perlindungan terhadap perempuan tidak hanya berhenti pada pengesahan UU TPKS saja.

“Dengan demikian, UU TPKS tidak saja menjadi kado menjelang Hari Kartini. Tapi dapat implementatif disebabkan yang diinginkan oleh Kartini ialah substansi dari perjuangannya yaitu emansipasi serta tiadanya perempuan yang diperlakukan diskriminatif,” pungkas dia (faz/iss)

Sumber -> Suara Surabaya

Komentar

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Trending

Jangan lewatkan

0
Punya ide, saran atau kritik? Silakan berkomentar.x
()
x