26 C
Sidoarjo
BerandaSidoarjo RayaArief Zahrulyani, Anak Kampung Tak Nyangka Jadi Jaksa hingga Jabat Kajari Sidoarjo

Arief Zahrulyani, Anak Kampung Tak Nyangka Jadi Jaksa hingga Jabat Kajari Sidoarjo

SIDOARJO, – Arief Zahrulyani, Kepala Kejaksan Negeri (Kajari) Sidoarjo punya tampang yang rupawan, berkulit putih serta bermata sipit.

Paras itulah yang sering dikaitkan dirinya masih keturunan etnis Tionghoa oleh orang yang baru mengenalnya.

“Banyak orang yang pertama kali bertemu dengan saya berkata seperti itu,” akunya saat wawancara khusus dengan wartawan , di tengah kesibukannya, Senin (9/8/2021).

Anggapan tersebut justru salah. Sosok Arief justru asli keturunan pribumi. Arief mengaku lahir serta dibesarkan di Krui, Kabupaten Pesisir Barat (dulu bagian Kabupaten Lampung Barat) pada 28 Maret 1972 silam. Dia putra ke-8 dari 9 bersaudara pasangan almarhum Abdullah Syar’i serta Nila Jauhari.

Arief dibesarkan dari keluarga sederhana. Almarhum Abdullah Syar’i, ayahnya merupakan tokoh masyarakat di wilayahnya.

Almarhum pensiunan PNS di Kecamatan Pesisir Barat (sekarang Kabupaten Pesisir Barat). “Kalau almarhumah ibu saya hanya ibu rumah tangga,” katanya.

Sejak kecil Arief mengenyam pendidikan di daerahnya, mulai SD, SMP, SMA hingga kuliah. Ia berkisah sempat dikeluarkan dari sekolah disebabkan saat itu sering berkelahi dengan kawannya.

“Sampai mau dikeluarkan dari sekolah saking nakalnya sering berkelahi,” kenang alumni SMAN 5 Bandar Lampung tahun 1991 itu.

tetapi itulah bagian dari proses perjalanan hidup serta kenangan masa lalunya. Arief yang beranjak dewasa, apalagi selepas lulus kuliah mulai ingin menata diri, hidup mandiri.

Suami dari Candra Nawangsari itu ingin merubah nasib lebih baik. Ia memutuskan untuk merantau ke Ibu Kota Jakarta.

Rantau ke Jakarta serta Perjalanan Karier di Kejaksaan

Selepas lulus dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Negeri Lampung serta bermodalkan ijazah Sarjana Hukum (SH), Arief Zahrulyani memberanikan diri keluar dari kampung halamannya, di Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung untuk merantau ke Jakarta pada tahun 1996. Arief bertekat kuat ingin merubah nasib supaya kehidupannya lebih baik.

Saat berada di Ibu Kota, Arief tinggal di tempat saudaranya. Berbekal ijazah yang dibawahnya ia ikut bekerja sebagai asisten pengacara di Kantor Pengacara Henry Yosodiningrat Lawfirm di Jaksel selama dua tahun.

Penghasilannya pun lumayan. Pekerjaan itu tetap dilakoni supaya dapat hidup mandiri Kota Metropoolitan.

tetapi keputusan untuk keluar dari pekerjaan lama itu setelah ada pembukaan pendaftaran pegawai Bea serta Cukai. Ia memutuskan untuk mendaftar. Ternyata, dalam waktu yang bersamaan, Kejaksaan juga membuka pendaftaran pegawai baru.

“Saya dibilangin teman serta saudara kalau Kejaksaan juga membuka pendaftaran pegawai baru. Saya didorong ikut mendaftar disebabkan ijasah saya Sarjana Hukum (SH). Jadi masih ada hubungannya dengan hukum,” akunya mengenang masa lalunya.

Arief yang sudah mendaftar serta ikut seleksi di Bea Cukai memutuskan berhenti. Ia memilih mendaftar di Kejaksaan atas dorongan dari saudara serta para koleganya itu. Usaha itu berbuah hasil, dia diterima di Kejaksaan.

“Alhamdulillah saya diterima di Kejaksaan pada tahun 1998. Saya tak menyangka waktu itu,” jelas pria 49 tahun yang saat ini tengah proses meraih gelar doktoral di salah satu Universitas di Jakarta itu.

Mengawali kariernya di Korps Adhyaksa pada tahun 1998 silam. Ia masuk sebagai pegawai TU (Tata Usaha) serta ditempatkan di Badiklat Kejagung RI. Tiga tahun berselang, Arief kemudian mengikuti Pendidikan serta Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) gelombang 2 tahun 2001. Ia meraih penghargaan ‘Prima Adhyaksa” sebagai lulusan terbaik pertama dari 250 peserta seangkatannya.

“Alhamdulillah, saya pertama kali ditempatkan di Kejari Bandar Lampung,” kenang bapak dari Aldo Fatuki Tutukansa, Aldi Ambiya Tutukansa serta Nazwa Azzahra Tutukansa itu.

Berdinas sebagai Jaksa Fungsional di Kajari Bandar Lampung hampir selama 3 tahun. Baru setelah itu, pertama kali mendapat amanah jabatan sebagai Kancabjari Pelabuhan Bandar Lampung.

Awal mula dari situlah, karier jabatannya mulai naik. Cita-cita untuk merubah nasib lebih baik mulai tertata. Arief mengaku sebagai anak yang berangkat dari kampung selalu bersukur dengan jabatan yang diamanahkan kepadanya.

“Ditempatkan dimanapun saya selalu bersyukur. Semua harus dijalani denga rasa tanggung jawab serta ikhlas. Hidup ini mengalir saja,” Saya Arief yang istrinya juga berdinas sebagai Jaksa di Kejati Lampung itu.

Selepas menjabat Kancabjari Bandar Lampung, Arief dipromosikan menjabat Kepala Seksi (Kasi) di sejumlah daerah diantaranya Kasi Pidum Kejari Kabupaten Kaur pada tahun 2006.

Kemudian pindah kembali menjabat Kasi Intel Kejari Palembang pada 2008. Selepas itu, ia dipromosikan menjabat Kasi Pidsus Kejari Jaksel sejak tahun 2010. Saat menduduki jabatan tersebut, tepatnya pada tahun 2013, Arief sempat menjadi sorotan masyarakat hingga pelosok negeri.

Sebab, pada saat itu Kejari Jaksel mengeksekusi mantan Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol (Pur) Susno Duaji, terpidana perkara tindak pidana korupsi dalam perkara PT Salmah Arowana Lestari serta pengelolaan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008. Susno dijatuhi hukuman penjara selama 3,5 tahun.

Saat itu Arief Zahrulyani menjabat Kasi Pidsus Kejari Jaksel bersama pimpinanya Plh Kajari Jaksel Amir Yanto (saat ini Jamwas Kejagung RI) sebagai jaksa eksekutor menjalankan putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap (incrach) mengeksekusi terpidana.

Tiga kali menduduki jabatan Kasi. Arief akhirnya mendapat promosi dengan jabatan Koordinator pada Kejati Sumatera Utara. Jabatan tersebut hampir tiga tahun. Pada tahun 2016, ia mendapat promosi jabatan sebagai Kajari Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara.

Saat menjabat Kajari Madina, Arief Zahrulyani kembali membuat heboh setelah membongkar skandal korupsi di Dinas Kelautan serta Perikanan Kabupaten Madina anggaran tahun 2012 serta 2014 hingga skandal korupsi Alkes di RSUD Panyabungan.

Tak tanggung-tanggung, uang negara sebesar Rp 4,2 miliar diselamatkan. Arief sempat viral saat melakukan eksekusi uang tersebut yang dipampangkan di atas meja saat hendak disetorkan ke kas negara melalui BRI cabang setempat.

Keberhasilan menggembalikan kerugian negara yang cukup fantastis ternyata tiket bagi Arief Zahrulyani untuk mendapat promosi jabatan. Tentu saja, usaha keras dengan ketulusan hati dalam mengabdi tak mengingkari hasil. Ia dipromosikan menduduki jabatan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Kepulauan Riau (Kepri).

Menduduki jabatan tersebut, banyak bandar narkoba jaringan internasional yang menyelundupkan barang terlarang lewat wilayah Kepri ketakutan. Sebab, Arief tak ada kompromi bagi peredaran narkoba di wilayahnya saat itu.

Ia tak segan-segan menjatuhkan tuntutan hukuman mati bagi bandar narkoba yang beroperasi di wilayahnya. “Selama saya jabat Aspidum sudah ada 27 terdakwa narkoba yang kami tuntut hukuman mati. Alhamdulillah, hakim juga konform dengan tuntutan mati yang kami jatuhkan pada terdakwa,” akunya.

Tentu saja, tuntutan maskimal tersebut membuat keder para bandar narkoba di wilayahnya. Bahkan, sejak ia menduduki jabatan tersebut penyelundupan narkoba di Kepri mulai berkurang.

meski begitu, jabatan Aspidum Kepri hanya tersebut diembannya selama 2,5 tahun. Arief lalu pindah jabatan. Ia mendapat promosi menjabat Kajari Sidoarjo, Jawa Timur. Arief Zahrulyani resmi menjabat sejak lima bulan lalu, tepatnya pada awal Maret 2021, menggantikan Setiawan Budi Cahyono, pejabat sebelumnya.

Jabatan orang nomor satu di Korps Adhyaksa Jalan Sultan Agung Sidoarjo saat ini diakui Arief Zahrulyani tak pernah terbayangkan.

Bahkan, terbesit dalam benaknya pun sama sekali tidak ada. Ia meyakini jabatan ialah amanah dari Tuhan serta rahasia ilahi.

“Jabatan itu sudah digariskan Tuhan, rahasia Ilahi serta amanah yang harus dijalani dengan rasa tanggung jawab serta juga harus ikhlas menjalaninya,” ucap suami Canora Nawangsari itu ketika berbincang dengan wartawan .

Jabatan yang diemban saat ini tentunya tak lepas dari proses panjang yang telah dilalui sejak berdinas di Korps Adhyaksa. Berpindah-pindah tugas sudah pasti, apalagi sebagai jaksa karier.

meski demikian, pejabat murah senyum, bergaya santai serta tegas dalam menjalakan penegakan hukum itu memiliki prisip disiplin dalam urusan pekerjaan. Ia tidak mau menunda-nunda pekerjaan. Semua pekerjaan harus diselesaikan hari itu juga.

“Saya memang tidak suka menunda pekerjaan. Kalau pekerjaan hari ini, ya harus selesai hari ini juga. Itu sudah jadi kebiasaan saya,” pungkas pejabat yang berlatar belakang keluarga besar pengacara itu.

Sumber »

Komentar

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Trending

Jangan lewatkan

0
Punya ide, saran atau kritik? Silakan berkomentar.x
()
x