27 C
Sidoarjo
BerandaJatimCheat the Covid-19, Siasati Pandemi Dengan Spirit Masa Lalu

Cheat the Covid-19, Siasati Pandemi Dengan Spirit Masa Lalu

Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (FIK Ubaya), lewat webinarnya Cheat the Covid-19, ajak masyarakat khususnya designer serta pelaku usaha kreatif, memahami spirit masa lalu serta disesuaikan dengan lifestyle ketika ini menuju new normal.

Menganggap bahwa Covid-19 juga membawa pencerahan-pencerahan, Fakultas Industri Kreatif (FIK) Universitas Surabaya (Ubaya) gelar webinar bertajuk Cheat the Covid part 5, yang diharapkan menginspirasi penikmat serta pelaku usaha kreatif untuk mampu memberikan dampak pada lingkungan.

Viviany, S.Ds., Dosen FIK Ubaya mengajak peserta kembali memikirkan industri fashion di masa depan, lewat Resurrection of fashion industry through collaboration and ethical design.

Pada tajuk itu, Viviany mengajak peserta melihat kembali dampak industri fashion yang dinilai belum sustainable di era pandemi Covid-19 ini. “Industri tekstil terbesar pada jaman 18, segi investasi, jumlah pekerja, serta penghasilan,” terang Viviany.

Pencapaian ini, lanjut Viviany menyembunyikan sejarah kelam, bahwa industri tekstil pada masa itu seringkali mengeksploitasi anak-anak sebagai pekerja karena berbagai hal, satu diantaranya karena biayanya murah.

Fashion pun berkembang pada abad 20 serta kita kenal dalam istilah mass manufacturing atau fast fashion. “Disebut fast fashion karena konsumsi masyarakat tinggi sekali,” tambah Viviany. Era fashion tersebut menyembunyikan banyak kisah kelam. Satu diantaranya ialah penyiksaan hewan untuk diambil bulunya.

Harapan masih belum hilang, pasalnya banyak desainer serta aktivis yang mulai sadar bahwa fashion yang sustainable sangat penting. Selama pandemi Covid-19 ini terhitung puluhan juta pekerja tekstil yang kehilangan pekerjaan.

Viviany berargumen bahwa ada konsep industri fashion yang lebih baik, yakni konsep kolaborasi. Kolaborasi ini mengusung dua poin utama, yakni lokalisasi serta orientasi pada tukang atau pekerja atau seniman (artisan).

“Sementara penghargaaan yang tinggi pada tukang atau pekerja atau seniman akan menciptakan lokal-lokal supplier baru, yang nantinya bisa mendukung munculnya supply chain lokal. Sedangkan, lokalisasi diharapkan meningkatkan local job. Hal tersebut banyak membuka peluang pada orang-orang lokal untuk berkarya serta berpenghasilan melalui seni,” tambah Viviany.

Ditambahkan Audit Yulardi, S.T., M.Ds., yang juga Dosen FIK Ubaya mengajak peserta webinar memahami kearifan lokal. Hey Designers, You’ve got Messages from the Past!, dipilih jadi tema materi yang disampaikan Audit.

Tajuk materi yang dibawa Audit mengajak melihat bagaimana kearifan lokal bisa menjadi inspirasi baru bagi desainer-desainer dalam menyusun produk modern yang mampu bersaing serta menyelesaikan masalah.

Setiap produk atau proses pembuatannya mengandung nilai, makna, filosofi, serta banyak hal lain. Kearifan lokal berbicara soal hidup serta kebiasaan dalam masyarakat yang berkembang secara terus menerus.

“Yang ada dalam keseharian kita, tanpa kita sadari ialah kearifan lokal. Hal ini terlihat dari cara sebagian daerah menghadapi Covid-19. Di Sulawesi ada ramuan daun sirih serta campuran daun lain untuk disinfektan. Ini ialah contoh penerapan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat lokal digunakan untuk menghadapi masalah terkini,” papar Audit sapaan Audit Yulardi.

Audit melanjutkan jika budaya Jawa, Sunda, mengenal Padasan atau Gentong atau Tempayan dari tanah liat yang berisi air serta ditaruh di depan rumah. Hal ini dimaknai sebagai semangat untuk menjaga kebersihan. Kearifan lokal ini menyimpan pesan yang sebaiknya dipelajari serta disesuaikan ke masyarakat jaman sekarang.

“Permasalahannya mungkin ajaran-ajaran tersebut tidak kita maknai sebagai hal yang logis, lebih ke mitos, sehingga keindahan maknanya menjadi tersamarkan. Lalu pertanyaannya, bagaimana cara sebagai seorang desainer untuk menerjemahkan hal tersebut? Satu diantaranya dengan memahami pesan-pesan yang disampaikan oleh kearifan lokal. Memahami spirit masa lalu serta disesuaikan dengan lifestyle jaman sekarang,” tegas Audit.

Mentransformasikan produk yang lama, menjadi sesuatu yang baru ialah tantangan sendiri bagi masyarakat yang akan memasuki era new normal ini. Penerapan nilai Padasan atau Gentong atau Tempayan sebagai alat membersihkan diri dari luar ini bisa menjadi sesuatu yang modern di new normal.

“Hal ini penting sebab kearifan lokal akan membawa pencerahan pada para desainer tentang nilai sehingga produk baru yang diciptakan bermanfaat dalam kehidupan masyarakat, termasuk di era menuju new normal. Warisan itu tersebar dalam keseharian kita,” pungkas Audit Yulardi.(tok/ipg)

Sumber »

Komentar

0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments

Trending

Jangan lewatkan

0
Punya ide, saran atau kritik? Silakan berkomentar.x
()
x